Berikut ini merupakan pembahasan kunci jawaban Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas 10 halaman 239. Pembahasan kali ini kita akan bahas latihan yang ada pada buku paket B. Indo Tugas Halaman 239 Buku siswa untuk Semester 2 Kelas X SMP/MTS. Semoga dengan adanya pembahasan kunci jawaban Pilihan Ganda (PG) dan juga Esaay Bab 7 Belajar dari Biografi Kelas 10 ini, kalian bisa menjadi lebih giat untuk belajar. Kunci jawaban ini diperuntukkan untuk para pelajar yang sedang mengerjakan tugas Kurikulum 2013 (K13). Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 239 Tugas.
Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 239 Tugas [Kunci Jawaban] |
Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 239 Tugas [Kunci Jawaban]
Tugas ---
Sekarang, berlatihlah melanjutkan untuk menceritakan kembali secara tertulis teks biografi B.J. Habibie dengan menggunakan kolom berikut ini.
Jawaban :
Penceritaan Dengan Bahasa Yang Berbeda
HIdup menakdirkan Indonesia untuk menjadi seorang anak yatim semenjak sang ayah berpulang pada 3 September 1950 akibat serangan jantung. Kejadian itu memaksa keluarga mereka pindah ke Bandung dan menempatkan sang ibu sebagai tulang punggung keluarga.
Sebagai seorang anak, masa kecil Habibie muda banyak dihabiskan di Pare-pare, Sulawesi Selatan. Sejak kecil, ia sudah diajarkan untuk bersikap tegas dan teguh pada prinsip. Ia pun ternyata memiliki hobi menunggang kuda dan membaca.
Jenjang pendidikan berikutnya ditempuh Habibie di Gouvernments Middlebare School. Disana, kecerdasannya semakin menonjol. Sebagai buahnya, beliau lolos masuk ITB, meski tak sempat menamatkan pendidikannya disana. Ia lebih memilih menempuh pendidikan di Jerman setelah mendapat beasiswa dari pemerintah. Ia pun memilih jursan konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule (RWTH).
Disana ia belajar dengan sungguh-sungguh. Pada saat itu, ia juga tercatat sebagai satu-satunya mahasiswa Indonesia yang diberi hak khusus oleh pemerintah setempat sebagai pemegang paspor hijau dari ratusan mahasiswa Indonesia yang belajar di Jerman.
Saat libur pun, ia tetap belajar dan bekerja, meski sebagian besar temannya lebih memilih untuk berlibur atau mencari pengalaman kerja.
Pada tahun 1960, beliau berhasil lulus dengan peringkat cumlaude dan mendapat gelar Diploma Ing. dari Technische Hochschule Jerman. Ia kemudian melamar kerja di Firma Talbot, sebuah perusahaan konstruksi kereta api.
Di Talbot, Habibie juga berhasil membuktikan prestasinya dengan menerapkan teknik produksi gerbong kereta api dengan teknik-teknik konstruksi pesawat terbang. Prestasinya ini semakin mengorbitkan namanya di dunia industri.
Selanjutnya, ia melanjutkan studi di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aschen.
Untuk menemaninya sepanjang hidup, beliau memilih Hasri Ainun Habibie, yang selalu setia padanya di tengah masa perjuangan mereka. Beliau bahkan rela mengantri untuk mencuci di tempat pencucian umum sekadar untuk menghemat pengeluaran.
Gelar Dr. Ingenieur diperolehnya pada tahun 1965 dengan predikat sangat sempurna. Karyanya yang terkenal adalah Faktor Habibie, sebuah rumus yang mampu menghitung keretakan ke tingkat atom pesawat terbang.
Dua tahun berselang, beliau didapuk menjadi Guru Besar ITB. Berbagai lembaga prestisius dunia pun mengakui prestasinya seperti Lembaga Penerbangan dan Luar Angkasa Jerman, Royal Aeronautical Society London, The Royal Swedish Academy of Engineering Sciences (Swedia), The Academie Nationale de l’Air et de l’Espace (Perancis) dan The US Academy of Engineering (Amerika Serikat).
Beliau juga tercatat pernah meraih penghargaan von Karman Award dan Edward Warner Award yang dikenal setara dengan hadiah Nobel.
Di Indonesia, beliau sempat dikenal sebagai Menristek di era Soeharto, ketua ICMI, serta Presiden RI Ke-3. Salah satu peran penting yang berhasil dilakukan beliau adalah meletakkan dasar demokrasi dan persatuan di Indonesia serta desentraslisasi kekuasaan pemerintah pusat ke daerah.
Setelah melepas jabatan Presiden, beliau sempat kembali ke Jerman. Pada 2010, kabar duka menimpa keluarga beliau dengan berpulangnya sang istri. Tak lama, beliau membuat sebuah memoar tentang kisah romansanya dengan sang istri yang kemudian difilmkan dengan judul Habibie dan Ainun.